RAPAT PARIPURNA DPR AKHIRNYA MENGESAHKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG HOLTIKULTURA.
Rapat Paripurna DPR-RI yang dipimpin oleh Priyo Budhi Santoso, Selasa (26/10) dengan salah satu agenda Laporan Ketua Komisi IV DPR-RI dalam rangka Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas Rancangan Undang-Undang tentang Holtikultura yang disampaikan Drs. H. Akhmad Muqowam, dalam pembahasan Panitia kerja, Tim Perumus, Tim Kecil dan Tim Sinkronisasi memerlukan kerja keras dan pemikiran yang mendalam. Mengingat dalam menyamakan persepsi untuk menghasilkan suatu aturan dan kebijakan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan pagi pelaku usaha holtikultura, termasuk didalamnya adalah petani dan masyarakat pada umumnya memerlukan satu kesepakatan bersama.
Ketua Komisi IV DPR Akhmad Muqowam mengatakan bahwa, Rancangan Undang-Undang tentang Holtikultura merupakan Rancangan Undang-Undang usul inisiatif Dewan.
Akhmad Muqowan juga menambahkan bahwa dalam definisi ”petani” dan ”penyuluh holtikultura” merupakan sebagai konsekensi dari adanya titik berat pengaturan dam RUU holtikultura yang lebih berpihak kepada petani, sedangkan penyuluh berperan dalam pengembangan hortikultura. Maka dalam RUU holtikultura ini terdapat subtansi mengenai kewajiban pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menyediakan satu orang tenaga penyuluh holtikultura disetiap desa yang termasuk didalam kawasan holtikultura.
Ketua Komisi IV DPR Akhmad Muqowan juga mengemukankan dalam pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam dilakukan dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, baik dalam pemanfaatan lahan, sumber daya air, maupun sumber daya genetik. Terkait dengan pemanfaatan dan pengembangan sumber daya manusia, diutamakan sumber daya manusia dalam negeri.
Dikatakan juga bahwa penyuluh merupakan salah satu sumber daya manusia yang turut berperan dalam pengembangan holtikultura selain pelaku usaha. Sedangkan subtansi yang terkait dengan pemanfaatan dan pengembangan sumber daya buatan, terutama mengenai sarana holtikultura hasil rekayasa genetik, peredarannya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan didalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang Keamanan Hayati.
Akhmad Muqowan juga menegaskan, pewilayahan holtikultura dilakukan penetapan kwasan holtikultura mulai dari tingkat lokal yaitu Kabupaten/kota dan propinsi sampai dengan tingkat nasional.
Dalam kawasan holtikultura tersebut terdapat unit-unit usah budidaya holtikultura mulai dari unit usaha budidaya mikro, kecil, menengah, hingga besar, sedangkan dalam pengembangan usaha holtikultura, pelaku usaha dalam melaksanakan usahanya mempunyai kewajiban untuk memenuhi standar proses atau persyaratan ketnis minimal dan kewajiban untuk memenuhi standar mutu dan keamanan pangan dari produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk holtikultura di tingkat global, ungkapnya.
Untuk menjamin perlindungan baik terhadap pelaku usaha holtikultura, konsumen maupun produk holtikultura dalam negeri, dilakukan pembangunan didalam sistem distribusi, perdagangan, pemasaran, dan distribusi. Untuk menghindari masuknya produk holtikultura luar/impor ke wilayah Indonesia secara berlebihan, maka impor produk holtikultura wajib memperhatikan berbagai aspek penting seperti keamanan pangan, ketersediaan produk holtikultura dalam negeri, sasaran produk dan konsumsi yang sudah ditetapkan Pemerintah, katanya.
Akhmad Muqowam juga berharap, bila RUU Holtikultura diberlakukan, penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan holtikultura, pemanfaatan sumber day holtikultura secara optimal, bertanggungjawab, dan lestari serta dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, selera, etika dan budaya masyarakat terhadap produk dan jasa holtikultura. Meningkatkan produksi, produksifitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan pangsa pasar, meningkatkan konsumsi produk dan pemanfaatan jasa holtikultura dan memberikan perlindungan kepada petani, pelaku usaha, dan konsumen holtikultura nasional. (Spy)/Foto:Iwan Armanias.